Liputan6.com, Jakarta Pendiri organisasi nirlaba untuk penanganan narkotika, psikotripika dan obat terlarang "East Java Action" (EJA) Rudhy Wedhasmara menilai edukasi tentang bahaya minuman keras (miras) lebih efektif daripada membuat regulasi.
"Saya turut bersimpati terhadap korban minuman keras oplosan di Sumedang dan Garut, Jawa Barat. Supaya kejadian itu tidak terulang, maka perlu adanya edukasi terhadap masyarakat mengenai minuman keras beralkohol," katanya di Surabaya, ditulis Sabtu (13/12/2014).
Pria yang juga aktivis sosial itu mengemukakan hal itu menanggapi adanya belasan orang meninggal dunia di Garut setelah meminum minuman keras oplosan pada 3 Desember 2014 dan selang sehari tercatat seratusan korban dirawat di rumah sakit Sumedang.
Menurut Rudhy, saat ini pemerintah diharapkan bisa memberikan pendidikan tentang minuman keras beralkohol ketimbang melarang penjualan minuman keras beralkohol melalui sejumlah regulasi.
"Sebelum Jawa Barat, kasus serupa sudah terjadi di Jawa Timur. Itu adalah realitas sosial yang harus segera ditangani serius oleh pemerintah. Masalah ini belum termasuk penjualan minuman keras palsu yang juga banyak dijual di pasaran," katanya.
Minuman keras beralkohol palsu itu, kata Rudhy, adalah minuman keras alkohol legal tetapi dipalsu dengan cara disuntikkan dengan cairan berbeda dalam kemasan sehingga tidak tampak kalau itu palsu.
"Untuk melawannya tidak bisa melalui pendekatan regulasi sebab meskipun sudah ada korban jiwa, bahkan larangan dari tokoh agama, masih banyak mereka yang mengonsumsi minuman keras oplosan secara tersembunyi," katanya.
Bahkan, kata Rudhy, semakin dilarang maka akan semakin banyak pembuat minuman keras oplosan yang memproduksi dan menjual di pasar gelap, karena rasa penasaran.
"Ini sama halnya dengan sabu, yang kini tidak hanya di perkotaan saja, tapi di balik bukit, bahkan sampai di dusun pun bisa didapatkan sabu. Jadi, perlu adanya pendekatan lain kepada korban dan masyarakat, " katanya.
Jika korban pengguna narkotika, kata Rudhy, perlu direhabilitasi maka demikian pula dengan korban minuman keras oplosan juga perlu diedukasi.
"Minuman keras oplosan tidak hanya dekat dengan masyarakat pinggiran dan kelas bawah, namun sampai ke kelas menengah yang ingin minum minuman beralkohol dengan sensasi baru. Mereka akan terus mencoba dan mencoba, meskipun mereka tahu akan dampaknya," katanya.
Untuk mengatasi dan mencegah efek buruk dari minuman keras oplosan, Rudhy dan beberapa elemen masyarakat yang peduli dengan korban minuman keras oplosan mendirikan rumah terapi dan edukasi mengenai minuman keras beralkohol yang lokasinya di Bratang Surabaya.
"Sudah ada beberapa korban yang mengikuti program ini. Ada yang tinggal di rumah terapi dan mengikuti program, ada juga yang menjalani program sambil jalan," katanya.
Selain Rudhy, rumah terapi itu juga melibatkan banyak aktivis, di antaranya Indra Harsaputra, seorang jurnalis yang juga aktivis sosial.
"Sebagai jurnalis saya sadar bahwa untuk melakukan sesuatu bagi masyarakat tidak hanya dilakukan melalui sebuah tulisan, namun juga harus berbuat secara nyata bagi masyarakat, " kata Indra.
Kepada penghuni rumah terapi itu, Indra juga mengajarkan tehnik menulis bagi beberapa korban minuman keras oplosan di rumah terapi dan rehabilitas korban Napza di kawasan Bratang Surabaya itu.
"Menulis ialah salah satu cara agar mereka melepaskan diri dari sebuah masalah. Mereka nantinya juga diharapkan mampu bercerita mengenai dampak dan cara melepaskan diri dari miras oplosan melalui tulisan yang mereka posting di media sosial hingga blogger, " katanya.
Source: http://ift.tt/1yLQ9kI
No comments:
Post a Comment